Menjadi orang tua baru memang perlu untuk memperbanyak pengetahuan dalam hal pengasuhan, khususnya pengasuhan bayi. Sebab kita tidak bisa sembarangan dalam mengasuh bayi. Terlebih tentang asupan nutrisi untuk bayi, lebih baik memberikan ASI (air susu ibu) eksklusif untuk bayi sampai usianya genap 6 bulan.
Pencernaan bayi yang masih sangat rentan dan ukuran lambung yang masih sangat kecil membuat ia tidak bisa mencerna sembarangan makanan. Dengan lambung sekecil itu, ia hanya bisa mencerna makanan dalam bentuk cair.
Air susu ibu dan susu formula adalah makanan yang bisa dicerna bayi di awal kehidupannya. Namun untuk susu formula (sufor) perlu dikonsultasikan ke ahlinya, dalam hal ini dokter spesialis anak, mengenai pemberian sufor ini. Karena tidak semua bayi dapat menerima sufor dengan baik. Terkadang ia mengalami sembelit jika tidak cocok dengan sufor tertentu.
Maka dari itu ASI atau breastmilk menjadi makanan utama yang paling tepat untuk bayi sampai ia berusia 6 bulan, kemudian dilanjutkan sampai si Kecil berusia 2 tahun sembari diberikan MPASI (makanan pendamping ASI). Hal itu sesuai dengan anjuran dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan American Academy of Pediatrics.
Kasus Baru Pemberian Non ASI pada Bayi 2 Bulan
Baru-baru ini beredar kabar bahwa seorang bayi berusia kurang dari 2 bulan (54 hari) meninggal dunia karena ia dicekoki jamu ketika sakit. Dalam cerita yang pertama kali diunggah di laman media sosial Facebook oleh akun dengan nama Aya Cans di grup Keluh Basah Lele Berulah itu menceritakan bahwa bayinya dipaksa minum jamu atau ramuan traadisional oleh keluarganya saat sakit.
Dalam cerita tersebut sang ibu telah berusaha menolak, namun ia tak berdaya karena keluarga besarnya terus memaksa. Sampai akhirnya sang bayi mengalami sesak napas dan terkena infeksi paru-paru.
Bahkan, dijelaskan pula bahwa keluarganya sempat mencegah saat sang bayi hendak dibaawa ke rumah sakit karena kondisinya semakin parah. Namun sang ibu tetap kekeuh untuk membawanya ke rumah sakit, karena mungkin firasatnya sudah tidak enak mengenai bayinya.
Singkat cerita akhirnya si Kecil telah diperiksa oleh dokter, dan dokter mengatakan bahwa langkah yang diambil ibunya telah terlambat.
Kemungkinan kondisinya sudah kadung parah, sehingga sulit untuk diberikan penanganan. Meskipun dalam kisah yang sudah viral itu disebutkan bahwa dokter telah melakukan segala cara untuk menyelamatkan sang bayi.
Pada akhir caption dituliskan, “Pelajaran buat semua, kalau anak sakit mending langsung dibawa ke RS (rumah sakit, red) daripada harus pake obat tradisional!” Demikian penekanan dari si pengunggah cerita yang berpesan kepada orang tua lain agar lebih aware dengan hal-hal krusial seperti yang telah ia alami.
Kemudian cerita ini ditanggapi oleh dokter spesialis anak dr. Kurniawan Satria Denta, M.Sc, Sp.A yang diunggah di laman media sosial Instagram @detikcom. Ia menyebutkan bahwa anak yang berusia di bawah setahun yang diberi ramuan tradisional berisiko mengalami aspirasi atau gangguan napas, keracunan, intoleransi dan infeksi.
“Jika bayi sakit, air susu ibu sudah cukup untuk pemulihannya,” ujarnya mewanti-wanti, seperti yang dikutip dari laporan di akun Instagram @detikcom.
Faktor Risiko Pemberian Selain ASI untuk Bayi >6 Bulan
Dalam kasus ini kemungkinan bayi mengalami sesak napas karena ia tersedak saat diminumkan obat tradisional yang kabarnya diberikan ramuan perasan daun kecipir dan kencur. Seperti diketahui bahwa bayi masih rentan tersedak karena saluran pernapasan bayi yang masih kecil dan sempit, serta kemampuan bayi untuk menelan juga belum sempurna.
Jangankan makanan atau minuman selain air susu ibu, bahkan bayi juga bisa tersedak ASI jika pemberiannya tidak dilakukan dengan tepat atau pada posisi yang tidak sesuai anjuran. Maka dari itu untuk bayi yang berusia di bawah 6 bulan tidak dianjurkan untuk diberikan makanan maupun minuman selain ASI.
Perlu diketahui bahwa breastmilk yang menjadi makanan utama bayi telah mengandung kalori yang cukup sesuai dengan kebutuhan bayi. Kandungan nutrisi pada ASI cenderung lebih kompleks atau banyak daripada makanan olahan, baik itu home made maupun instan.
Seperti dijelaskan Parenting Science, dalam breastmilk di antaranya terdiri dari air, protein, karbohidrat, lemak, vitamin, mineral, zat antibodi, dan ragam enzim yang disebut-sebut dapat mengurangi risiko bayi terkena penyakit tertentu. Yaitu seperti diare, infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), pneumonia, asma, obesitas, dan diabetes.
Selain itu, juga terdapat kemungkinan lain yang menjadi penyebab meninggalnya sang bayi setelah diberikan ramuan obat tradisional oleh kerabatnya tersebut. Diceritakan bahwa sang bayi mengalami infeksi paru-paru, di mana terdapat beberapa jenis infeksi paru-paru yang dialami oleh bayi.
Infeksi paru-paru yang menyerang bayi biasanya disebabkan oleh jamur, virus atau bakteri tergantung jenisnya. Dalam kasus ini terdapat kemungkinan adanya cemaran atau kontaminasi baik dari jamur, virus ataupun bakteri yang ikut dalam jamu. Namun ini harus dipastikan dulu dengan tes medis.
Sementara sang bayi sedang dalam keadaan sistem imun yang lemah karena sedang sakit, juga, bayi memang sangat rentan terserang mikroba asing karena sistem pertahanan tubuhnya yang belum sempurna.
Jika tubuh orang dewasa bisa menangkal zat asing ringan yang masuk ke dalam tubuh, itu tidak berlaku pada bayi. Seringan apapun zat asing yang masuk ke dalam tubuhnya dapat menyebabkan infeksi, bahkan akibatnya bisa fatal.
Sehingga dengan keadaannya yang sedang sakit maka ada faktor combo yang menjadikan sang bayi berisiko tinggi hingga kehilangan nyawa. Itulah alasan lain mengapa bayi baru lahir seperti dalam kasus tersebut tidak boleh diberikan sembarangan makanan maupun minuman. Karena pada dasarnya breastmilk saja sudah cukup untuk mengobati sakit ringan yang dialaminya.
Tentu saja ini menjadi pelajaran berharga bagi orang tua serta kerabat agar tidak lagi sembarangan memberikan makanan maupun minuman kepada bayi yang belum genap berusia 6 bulan karena tubuhnya masih sangat rentan.